Sejak awal abad ke-20, dari Ranah Minang telah
banyak melahirkan wartawan/ penulis yang
menghasilkan karya tulisnya. Karyanya tidak saja bergema di tingkat Propinsi
Sumatera Barat, tapi juga ditingkat nasional, bahkan internasional.
Diantara
contoh tokoh wartawan/ penulis buku tersebut adalah Adinegoro, Buya
Hamka, Muhammad Yamin, Muhammad Hatta, Marah Rusli, Rohana Kudus, dan
sebagainya. Hingga kini, buah pikiran beliau masih dapat dibaca.
Namun wartawan yang menulis pengalamannya memang
masih langka. Apalagi untuk tingkat Sumatera Barat dirasakan amat minim. Dua
wartawan senior Sumatera Barat, H.Marthias Dusky Pandoe menulis Memoar Seorang Wartawan, A Nan Takana (Apa
yang Teringat), Kompas, Jakarta, Agustus 2001 dan Kamardi Rais Dt. P.
Simulie menulis Mesin Ketik Tua.
Tentu saja, kehadiran buku Guruku Orang-orang Pers, Kado 20 Tahun
Menulis yang ditulis Armaidi Tanjung sebagai seorang wartawan muda
mempunyai makna tersendiri. Diantaranya, menjawab kelangkaaan penulis dari
wartawan yang ada di Sumatera Barat belakangan ini. Ternyata, buku ini bukan
merupakan buku pertama bagi penulisnya. Ia telah membukukan sejumlah
karya/pemikirannya. Sesusai dengan program kerja PWI Sumbar, yakni mendorong
setiap anggota PWI Sumbar mengem-bangkan kreatifitas profesionalismenya,
terutama di bidang penulisan, termasuk penulisan buku. Kehadiran buku ini
diharapkan dapat menjadi bacaan segar bagi wartawan pemula untuk mengembangkan
kreatifitas dan profesionalismenya.
Menariknya, buku ini menyajikan proses awal seseorang jadi wartawan
hingga mencapai berbagai posisi dan jabatan di dalam persuratkabaran. Judul yang dipilih agaknya mempunyai makna
yang mendalam. Sebab, saat ini penghargaan terhadap guru, termasuk guru
(senior) dibidang jurnalistik (wartawan), harus diakui makin merosot.
Penghargaan (penghormatan) terhadap guru yang diberikan anak didik sungguh
memprihatinkan. Padahal secara jujur harus diakui, guru merupakan orang telah
memberikan ilmu kepadanya. Untuk itu, mudah-mudahan membaca buku ini dapat
mengetuk hati kita kembali untuk menghargai yang lebih senior. Bukan berarti
guru (senior) minta dihormati, tapi tidak lebih dari salah satu bentuk ”ucapan
terima kasih” kepadanya.
Dari apa yang disajikan dalam buku ini, penulisnya
mencoba menghargai, mengingatkan dan mencatat ’guru-guru’ pers yang ikut
memberikan ’pengajaran’, ’pendidikan’ dan mempercayai dengan sejumlah posisi.
Penulisnya, dengan hidup bersahaya,
sudah mampu menolak posisi tertentu, walaupun lebih tinggi dari posisi yang
didudukinya.
Berikut daftar izinya:
Kata Pengantar
Sambutan Ketua PWI Cabang Sumatera Barat
Orang Minang, Buku dan Guru (Pengantar Ir.Muhammad Lukman Edy, M.Si)
Daftar Isi
1.
Awalnya Sahabat Pena
2.
Dari Buletin ke KMS
3.
Dari Kursus ke Kursus
4.
Ahmad Gazali,
Pertemuan di Semangat
5.
Pelita, ke Lapangan Tanpa Identitas
6.
Lomba Penulisan
Filateli dan Industri
7.
Neraca, Satu Berita Titik
8.
A.H.Jambek : Jadi
Pegawai-lah, Di!
9.
Surya Budhi : Dari AB sampai ke Buku
10. Padang Pos : Tiga Pimpinan Yang Berbeda
11. Majalah SAI Baru : Cukup Dua
Kali
12. Semangat Demokrasi : Full di Dapur Koran
13. Media Nusantara : Koran Lahir, Bayi pun Lahir
14. Media Sumbar, Ditolak Malah Harus Pergi
15. Buletin Bintang Sembilan & NU
Online
16. Penutup
Daftar Pustaka
Foto-Foto
Biodata