Judul buku: Gus Dur Versus Orang Minang
Penulis : Armaidi Tanjung, S.Sos, M.A
Pengantar : Z. Arifin Junaidi
Penerbit : Pustaka Artaz
ISBN : 978-979-8833-77-9
Cetakan I
: Maret 2024
Halaman : xii + 168
Harga :
Rp 95.000,-
Dari beberapa orang Minang
yang pernah ”dekat” dengan Gus Dur, bertemu langsung, mereka memberikan kesan
tersendiri. Dari sisi kultural, Gus Dur yang dibesarkan dari kultur Jawa dan
pesantren. Sedangkan kultur Minang dinamis, egaliter dan cenderung lebih
demokrasi. Keduanya berbeda. Namun tulisan ini bukan bermaksud untuk
membenturkan keduanya. Apalagi Gus Dur sudah wafat. Buku ini ingin
menguraikan sosok Gus Dur dengan (orang)
Minang.
Harus diakui, orang
Minang di Sumatera Barat mayoritas memandang sinis terhadap sosok Gus Dur. Hal
itu karena tidak adanya forum-forum dialogis antara Gus Dur dengan masyarakat
di Sumatera Barat. Sehingga banyak
pikiran dan gagasan Gus Dur hanya dibaca dan diketahui dari media massa yang
terbatas penyampaiannya. Kalaupun ada hadir dalam sekali pertemuan, dimana Gus
Dur memberikan sambutan/pidato terkadang belum mampu mengenal sosok Gus Dur.
Berbeda dengan
masyarakat di pulau Jawa, banyak forum berdialog dengan Gus Dur. Mulai dari
forum resmi seperti seminar, workshop, bedah buku, pelatihan, diskusi panel,
sampai kepada open house, ziarah, haul, istighosah, wiridan, apel akbar, tablik
akbar dan sebagainya. Gus Dur begitu dekat dengan masyarakat tanpa membedakan
latarbelakang suku, etnis, agama, profesi, golongan, warna kulit, kelompok dan
jenis kelamin.
Buku ini diawali dengan Pendahuluan, kemudian dengan pengenalan Minangkabau
selayang pandang yakni etnis Minangkabau, filosofi masyarakat Minangkabau, adat
dan agama di Minangkabau, antara Minangkabau dengan Sumatera Barat dan orang Minang di pentas nasional. Bagian kedua menguraikan sosok Gus Dur dari asal usul keluarga, masa
remaja, melanjutkan pendidikan ke Timur Tengah, kembali ke Indonesia, pergumulan di NU, mendirikan partai, kontroversi dan nyeleneh, tidur saat pertemuan hingga penghargaan dan gelar doktor kehormatan. Bagian ketiga Gus Dur ke Sumatera Barat.
Memuat sub judul ke Padang
usai lebaran, dialog demokrasi Gus Dur, basafa ke makam Syekh Burhanuddin
dan suka makanan Padang.
Bagian keempat, wafatnya Gus Dur. Yakni detik-detik wafatnya Gus Dur, belasungkawa dari penjuru dunia, hingga ungkapan duka dari ranah Minang. Bagian kelima gelar
pahlawan untuk Gus Dur. Hanya dua sub judul,
gelar pahlawan Gus Dur dan perlu pengkajian.
Bagian keenam, “tamparan” Gus Dur, Islam mundur di Sumbar. Ada tiga
sub judul, yakni Islam mundur di Sumbar?, gayung pun bersambut dan tradisi intelektual Minangkabau
dalam kehidupan bangsa.
Bagian ketujuh
pro kontra orang Minang terhadap Gus Dur.
Ada beberapa tulisan yang memberikan ide dan pemikiran terhadap Gus Dur.
Yakni 1). Indra J.Piliang: karena tidak pernah ”bersentuhan”, 2). Arwan Kasri: daya ingat Gus Dur kuat, 3). Prof. Dr. Mestika Zed: tidak pernah minta jadi presiden,
4). Drs. Azwandi Rahman MM: Gus Dur tokoh Idealis, 5). Gus Dur di tengah muktamar NU
ke-32 di Makasar, 6). Kabinet Gus Dur tanpa orang Minang, 7). Ahmad Damanhuri: Gus Dur dalam bingkai Adat Basandi Syarak,
Syarak Basandi Kitabullah, 8). Damanhuri Ahmad: Gus Dur bagaikan buku yang tidak pernah
selesai dibaca. ***