Breaking Posts

6/trending/recent
Type Here to Get Search Results !

Suara dari Kampus, Guru Australia & Indonesia Berpuisi


Judul: Suara dari Kampus, Guru Australia & Indonesia Berpuisi

Penulis: Abdil Bajili (Indonesia), Astrid Dux (Australia),  dkk.

Editor :  Ismet Fanany  

Penerbit  : Penerbit  : Pustaka Artaz kerja sama DPD SatuPena Sumbar dan Victorian Indonesia Language Teachers Association (Vilta)

Anggota IKAPI:   038/SB/2023

ISBN: 978-979-8833-00-0

Cetakan I:  September 2024

Halaman:  xxxvi + 168

Harga : Rp

 

 

Puisi-puisi yang terkumpul di dalam buku ini adalah cerminan dari keragaman budaya dan kekayaan sejarah yang membentuk bahasa Indonesia. Setiap bait dan larik bukan hanya rangkaian kata, melainkan juga percikan perasaan, pemikiran, dan refleksi dari para penyair dari seluruh pelosok Indonesia dan benua yang lain, yang mencerminkan dan mencintai bahasa mereka. Mereka menuliskan pengalaman hidup sehari harinya, keindahan alam, cinta, kerinduan, dan berbagai emosi manusiawi lainnya dengan penuh kepekaan dan ketulusan.

Buku ini hadir karena kerja sama dari para pendidik yang mencintai bahasa, untuk mengajak para pembaca mengenal lebih dalam keindahan bahasa Indonesia, merasakan kekuatan kata-kata, dan mengapresiasi seni berpuisi. Dalam setiap halaman, pembaca diajak untuk merenung, menikmati, dan terinspirasi oleh keindahan bahasa yang mengalir dalam puisi.

Dengan menyelami setiap puisi yang ada, mari kita bersama-sama menghidupkan kembali rasa bangga dan cinta terhadap bahasa Indonesia dan ketrampilan literasi. Semangatkanlah buku ini menjadi saksi dari perjalanan kita semua dalam merawat dan melestarikan bahasa yang mempersatukan kita semua.

 Di tengah berkembangnya globalisasi dan semakin pentingnya jaringan kerjasama internasional, penguasaan berbagai bahasa menjadi kebutuhan yang tidak bisa diabaikan. Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia mulai pada pertengahan dasawarsa 1950-an sebagai jawaban terhadap kekhawatiran pemerintah Australia mengenai stabilitas di kawasan Asia, baik stabilitas sosial-politik ataupun stabilitas keamanan. Pengajaran bahasa Indonesia semakin berakar dan berkembang pada dasawarsa 1990-an ketika pemerintah memperkenalkan Strategi Bahasa dan Studi Asia di Sekolah-sekolah Australia (NALSAS – National Asian Languages and Studies in Australian Schools), yang memungkinkan ekspansi besar-besaran Bahasa Indonesia di sekolah, terutama di tingkat dasar (Kohler, 2004).

Namun, sejak berakhirnya program NALSAS pada tahun 2002, telah terjadi penurunan signifikan dalam pendanaan dan dukungan lainnya terhadap kebijakan tentang pengajaran bahasa-bahasa Asia, termasuk Bahasa Indonesia. Hal ini berdampak pada penurunan jumlah siswa yang mempelajari Bahasa Indonesia di sekolah dan perguruan tinggi.

Pada tahun 1992, tercatat 22 universitas di Australia yang mengajarkan Bahasa Indonesia, namun jumlah ini menurun menjadi hanya 12 universitas pada tahun 2022 (Manns et al, 2023). Di New South Wales, jumlah siswa yang mempelajari Bahasa Indonesia di kelas 12 menurun dari 306 pada tahun 2002 menjadi 90 pada tahun 2022. Sementara itu, di Victoria, jumlahnya turun dari 1,061 menjadi 387 saja selama periode yang sama. Kelas 12, sama dengan kelas 3 sekolah menengah atas di Indonesia, dijadikan pedoman, bukan tingkat SD atau SLP, karena ia mencerminkan minat belajar yang lebih berarti.

Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia menghadapi tantangan serius, antara lain kurangnya guru yang memadai. Sejumlah sekolah menghapus kelas bahasa Indonesia karena tidak dapat merekrut cukup guru. Kondisi ini diperparah oleh kekurangan guru bahasa secara global, yang tidak hanya mempengaruhi ketersediaan pengajar tetapi juga kualitas pengajaran yang memadai.

Salah satu faktor utama yang menyebabkan penurunan ini adalah budaya monolingual di Australia. Banyak warga Australia yang hanya mengenal Bali dan sangat sedikit yang mengenal Indonesia secara keseluruhan. Hal ini berdampak pada rendahnya tingkat pengetahuan tentang budaya Indonesia, yang pada gilirannya mengurangi minat untuk mempelajari bahasa Indonesia. Sikap negatif terhadap Indonesia diperparah oleh beberapa peristiwa yang secara langsung melibatkan orang dan negara Australia. Contohnya, antara lain, bom Bali tahun 2002 dan 2005 yang menewaskan lebih dari 90 warganegara Australia, dan pemboman Kedubes Australia tahun 2004 (lihat Kohler, 2021).

Berbagai alasan yang disebutkan di atas dianggap sebagai sebab utama merosotnya minat masyarakat Australia untuk belajar bahasa Indonesia walaupun pemerintah percaya bahwa keterampilan berbahasa Indonesia dan pemahaman budaya Indonesia sangat penting bagi kemampuan negara itu untuk berinteraksi dengan Indonesia dengan cara yang menguntungkan kedua belah pihak. Sungguh pun begitu, pengajaran bahasa Indonesia di sekolah dan di perguruan tinggi Australia tetap kurang diminati (Hill, 2012; Manns et al, 2024).

Pemerintah Australia mengambil berbagai langkah untuk memajukan kembali pengajaran bahasa Indonesia di negara itu. Selain NALSAS yang disebutkan tadi, juga ada beberapa program lainnya. Dalam kerjasama melalui Australia Awards, Australia membuat program beasiswa luar negeri di Indonesia. Program itu mencakup beasiswa untuk warganegara Indonesia untuk kuliah di tingkat PhD, Master, dan kursus singkat. Selain itu, Australia Awards mendukung berbagai kegiatan pengayaan dan jaringan untuk meningkatkan pengalaman dan pengembangan profesional mereka sebelum, selama, dan setelah studi di Australia.

Program beasiswa ini tidak hanya memberikan kualifikasi akademik tetapi juga pengalaman yang dapat mengubah kehidupan mereka. Penerima beasiswa yang berhasil menyelesaikan programnya akan menjadi bagian dari jaringan Alumni Global Australia Awards dan jaringan alumni Australia di Indonesia, yang merupakan komunitas alumni yang luas dan didukung secara aktif.

***

 

Ulasan maha ringkas di atas baru membicarakan satu lapis kulit tantangan yang dihadapi Australia untuk menghidupkan kembali pengajaran bahasa Indonesia di sekolah, paling tidak seperti di tahun-tahun 1990-an yang lalu. Masalah sikap, dana, guru, bahan dan metode ajar sangatlah rumit. Menceritakan semua ini dalam konteks program menulis puisi untuk guru-guru di Indonesia dan Australia ini tentu saja tidak bermaksud bahwa program ini akan memecahkan semua masalah itu. Ia dimaksudkan untuk memperkenalkan tantangan hebat itu kepada masyarakat Indonesia. Badan Bahasa, Atase Pendidikan di Kedubes Indonesia di Canberra, Konsulat Indonesia di beberapa tempat di Australia, mungkin saja tahu tentang ini, tetapi masyarakat Indonesia pada umumnya tidak tahu. Beberapa kegiatan Satu Pena Sumatera Barat yang sempat saya ikuti mendorong saya melahirkan gagasan untuk membuat program penulisan puisi ini.

Walaupun tidak akan memecahkan masalah, paling tidak organisasi seperti Satu Pena dapat melakukan sesuatu yang dapat memperkenalkan guru-guru bahasa Indonesia di Australia dengan guru-guru di Indonesia. Siapa tahu, program itu dapat memberikan kesan positif kepada guru-guru di Australia itu bahwa ada orang dan organisasi di luar pemerintah yang memberikan perhatian kepada mereka. Mudah-mudahan perkenalan itu akan membuka jalan bagi kegiatan dan kerjasama lainnya yang memberikan dampak positif terhadap pengajaran bahasa Indonesia di Australia, betapapun kecilnya.

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.