Breaking Posts

6/trending/recent
Type Here to Get Search Results !

Pituah Gutuo


Judul                        : Pituah Gutuo

Penulis                     : Prof. Dr. Duski Samad, M.Ag, Tuanku Mudo

Editor                       : Armaidi Tanjung, S.Sos., M.A.

                                     Ahmad Damanhuri, SH., Tuanku Mudo

Penerbit                  : Pustaka Artaz  Kerja Sama Dengan Sigi24.com

Anggota IKAPI     :  038/SB/2023

ISBN                         : 978-979-8833-00-0

Cetakan I                :  Desember 2024

Halaman                 :  x  + 372  

Harga                       : Rp

 

Guru tuo atau Gutuo, adalah bahasa pergaulan yang kita temukan di lingkungan pendidikan surau. Ya, pergaulan santri yunior dengan senior. Yang yunior biasa menyebut atau menyapa seniornya dengan sapaan Gutuo.

Baik yang senior secara usia maupun yang senior dalam keilmuan, lama mengaji dan menuntut ilmu di pesantren. Oleh santri baru, baik baru secara usia maupun mengajinya baru di pondok itu, mereka tetap menyapa seniornya dengan sapaan Gutuo.

"Awak di lapau, Tuo. Begitu kira-kira bahasa cepatnya, ketika gurunya menelpon, misalnya atau menanyakan keberadaan dia tadi pagi".

Bahasa ini juga merupakan warisan sejak dulunya hingga hari ini. Dan tidak diketahui, awal mulanya. Yang jelas bahasa sebutan Gutuo ini, merupakan bahasa keseharian, dan tetap berlaku dalam berbagai kegiatan di pondok pesantren.

Sedangkan pituah, yaitu kiasan yang berisi ajaran etika, yang mulanya bersifat universal. Dengan demikian Pituah Gutuo ini nasehat dan pengajaran yang secara khusus ditujukan kepada yang yunior. Namun pemikiran yang dituangkan dalam buku ini tentu saja juga menjadi renungan dan pelajaran bagi pembaca pada umumnya dengan latar belakang yang beragam.

Duski Samad telah menyelaraskan dakwah secara lisan dan tulisan. Bagi para ulama dan tuanku serta orang siak, alumni Pondok Pesantren Madrasah Tarbiyah Islamiyah Batang Kabung Padang ini, adalah guru tuo (Gutuo) yang selalu memberikan hikmah dan ulasan yang objektif dalam setiap tulisannya.

Membaca dan mengumpulkan tulisan Duski Samad ini, kami teringat Gus Dur, sang guru bangsa yang sering dan senantiasa menulis dari setiap gerak langkah yang dilakukannya. Teringat akan mendiang Buya Syafi'i Ma'arif, Buya Hamka, Natsir, Prof. Azyumardi Azra dan tokoh lainnya yang gemar menulis dan membaca.

"Menulislah, karena tanpa menulis engkau akan hilang dari pusaran sejarah," tulis Pramoedya Ananta Toer, penulis hebat yang pernah dipunyai negeri ini. "Menulislah dengan wawasan dan hati, agar bisa mencerdaskan dan sampai ke hati-hati yang lainnya," tulis Helvy Tiana Rosa, sastrawan Indonesia.

Berpijak dari komentar kedua tokoh ini, Duski Samad telah dan sedang melakukannya. Baginya, tak ada yang tidak ditanggapi dengan bijak dan santun lewat tulisan. Meskipun dia seorang ulama dan tuanku, perilaku yang terjadi di kalangan tuanku pun harus disoroti dengan pencerahan, agar tidak kebablasan. Betapa Duski Samad menyigi apa yang dilakukan para tuanku dan orang siak ketika berada di masa Pilkada yang baru saja selesai 27 November 2024 lalu.

Edukasi yang mencerahkan. Politik, termasuk hiruk pikuk Pilkada adalah hak semua warga, tak terkecuali seorang tuanku. Hanya saja cara dan permainan politik tuanku ini, terjebak pada "dipolitisasi". Nah, lewat sebuah tulisan, Duski Samad memberikan alternatif yang mantap.

Politik keumatan dan politik kemasyarakatan. Artinya, Duski Samad sedang mengajak para tuanku untuk kembali pada khitahnya, memberikan yang terbaik pada masyarakat dan ummat lewat momen Pilkada.

Tak heran, Duski Samad dijuluki sebagai tokoh moderasi beragama. Pandangan dan pemikirannya yang moderat, mampu merangkul kaum radikalis dan kaum liberalis. Gesekan dan luka-luka politik yang terjadi selama Pilkada, sangat penting ditautkan kembali. Yang merasa menang jangan jumawa, karena kemenangan dalam sebuah pertandingan adalah keinginan. Sementara, yang kalah tak perlu berkecil hati dan kecewa. Sebab, kalah dan menang adalah adat sebuah pertandingan.

Peran penting ulama tentu amat ditunggu dalam hal ini. Ulama harus hadir untuk menyelamatkan masyarakat. Menyelamatkan masyarakat dari memelihara tingkah laku yang tidak elok selama pesta demokrasi.

Buku ini membuat 106 tulisan yang terbagi pada lima bagian. Yakni Bagian I: Tuanku Dalam Pusaran Politik  sebanyak 26 tulisan, Bagian II: Peran Dan Kiprah Tuanku  sebanyak 8 tulisan, Bagian III: Harmonisasi Keumatan  sebanyak 42 tulisan, Bagian IV: Institusi Umat 14 tulisan dan Bagian V: Pendidikan  sebanyak 16 tulisan.

 

 

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.